Selasa, 02 Februari 2016

DOLANAN (boleh disebut bermain)
ditulis: Widyo Babahe Leksono
 


Dolanan Egrang, asyiiik... lebih tinggi dari poster tubuh yang sebenarnya.
 
TIDAK bisa dipaksakan, bahwa generasi/anak-anak dizaman sekarang harus melakukan Dolanan, sebagaimana mestinya yang pernah dilakukan, oleh orang-orang tua terdahulu, dimasa lalunya, saat mereka masih kecil/anak-anak. Anak-anak zaman sekarang cenderung memilih jenis Dolanan/Permainan yang lebih praktis, tidak kotor, dan tidak merepotkan. Namun tidak ada salahnya jika kita sebagai generasi pendahulu mereka, sekedar mengenalkan Dolanan tersebut kepada anak-anak kita. Terlepas mereka suka atau tidak, saya rasa hal ini perlu untuk dikenalkan dan diajarkan.
PERMAINAN, bermain maupun mainan, kurang tepat untuk menyebut istilah DOLANAN.  Karena Dolanan dalam istilah orang Jawa, menyakup ketiga unsur tersebut. Ada aturan atau tata cara bermain, cara memainkan, bahkan ada bentuk mainan hanya berupa barang/benda. Kesemuanya itu dalam istilah orang jawa disebut DOLANAN.
Dalam buku ini, Dolanan dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
a.       dolanan tanpa tembang.
b.      dolanan dengan tembang.
c.       dolanan hanya tembang, dan
d.      dolanan berupa barang/benda.
A.    Dolanan tanpa tembang yaitu, suatu jenis dolanan yang ada permainannya/tata cara bermain, namun tidak disertai adanya tembang ketika permainan itu dilakukan. Jenis dolanan tersebut antara lain: Gobak sodor, Betengan, Gaprakan, Petak umpet/jithungan, Gangsingan, Ampatan layangan, Sepak tekong, Bekelan, Lompat tali/sprintol, Dakon, Setinan/nekeran (jirak, wok ji, wok lu), Cek-cek mek,  Sudahmandah/engklek, umbul, Bancakan, Lintang ngaleh, benthik, Kucing-kucingan, Wil wa (dijawil terus digawa/dicolek lalu dibawa, diajak), Jelong gudak, Pasaran.
B.      Dolanan dengan Tembang yaitu suatu bentuk dolanan selain ada permainannya/tata cara bermain, juga ada tembangnya (nyanyian/lagu) ketika melakukan permainan. Jenis dolanan tersebut antara lain: Jamuran, Cublak-cublak suweng, Seledor, Ular naga panjangnya, Buang kucing gering, Saputangan-buahtangan, Gotri-legendri, Onthong-onthong bolong, Dingklik oglak-aglik, Soyang-soyang.
C.     Dolanan hanya Tembang atau lebih dikenal dengan sebutan Tembang Dolanan. Jenis dolanan ini tidak ada permainannya. Hanya barupa tembang (lagu) atau nyanyian-nyanyian belaka. Namun ditangan seorang kreator, tembang dolanan bisa dikembangkan dalam bentuk tarian, peragaan, maupun pengadeganan. Contoh tembang dolanan diantaranya: Padhang bulan, Kodhok ngorek, Lir-ilir, Menthok-menthok, jah-gajah, Te-kate dipanah, Srengenge nyunar, Gambang Suling, Aku duwe pitik cilik, Kidang Talun, Dondong apa Salak, Gundhul-gndhul pacul, Ning nong ning gong, Esok-esok srengengene lagi metu, Jaranan, Praon,  Suwe ora Jamu, Lumbung desa,Lesung Jumengglung, Pak Tani duwe sawah amba.
D.    Dolanan berupa barang/benda yaitu, jenis mainan hanya dipakai sebagaimana bentuk mainan itu sendiri. Dalam hal ini dituntut ketrampilan bagaimana menggunakan benda mainan tersebut. Pada dasarnya jenis dolanan ini, tidak ada permainan/tata cara bermain. Namun tidak menutup kemungkinan dolanan ini, digunakan untuk bertanding atau kompetisi. Misalnya: Egrang, dipakai sebagai pertandingan balap egrang, sepak bola egrang dan sebagainya. Mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, maupun dari gleges/kembang tebu, bisa dipakai sebagai rely, balap mobil, dan lainnya. Tulup, Ceplokkan, bisa dipakai sebagai perang-perangan.
Contoh lain dolanan berupa barang yaitu; Terompet dari daun kelapa, Terompet dari dami, Bedhil-dedhilan dari pelepah pisang, jaran-jaran dari pelepah pisang, Wayang-wayangan dari tangkai ketela pohon, Dari suket, Dari alang-alang, Prau-praunan dari kertas dilipat-lipat, Mahkota dari daun nangka.
Dolanan yang sifatnya pertandingan, kompetisi, atau sejenisnya, pada umumnya diawali dengan hompimpah dan atau pingsut terlebih dahulu. Ada cara lain yang disebut barisut. Namun cara ini jarang diguakan. Hompimpah, pingsut, barisut dilakukan untuk menentukan siapa yang main terlebih dahulu, dan siapa yang akan mendapat/kena sangsi. Atau untuk menentukan kelompok, yaitu yang pingsut-nya kalah satu team/kelompok dengan yang kalah, dan sebaliknya. Hal ini akan diatur dalam setiap jenis dolanan. Karena masing-masing jenis dolanan ada tata caranya sendiri. Walau nanti akan dijumpai beberapa jenis dolanan, ada kesamaan maupun perbedaan tata cara/aturan main disetiap dolanannya.
Cara melakukan hompimpah.
Anak yang akan terlibat dalam dolanan, harus melakukan hompimpah terlebih dahulu dengan cara membolak-balikkan salah satu telapak tangannya, sambil menyuarakan tembang hompimpah, yaitu, hompilah hompimpah, alaikum gambreng. Atau hompilah hom aku nije, atau cukup singkat dengan hompilah hompimpah. Berhentinya membolak-balikkan telapak tangan, berbarengan dengan selesainya tembang. Dan saat itu ada yang menengadahkan telapaknya, ada yang membalikkan telapak tangan. Dalam hal ini akan diketahui, berapa jumlah yang tengadah dan yang membalik. Jumlahnya yang paling sedikit, itulah yang menang.
Seumpama yang akan terlibat bermain bejumlah 5 anak. 2 anak telapak tangannya membalik, yang 3 anak telapaknya tengadah. Berarti yang menang adalah, 2 anak yang telapak tangannya membalik. 3 anak yang telapak tangannya tengadah, melakukan hompimpah lagi. Setelah dijumpai 2 anak telapak tangannya membalik, 1 anak telapak tangannya tengadah, berarti yang menang adalah 1 anak yang telapak tangannya tengadah. 2 anak yang telapak tangannya membalik, kemudian melakukan pingsut.
Jika terjadi kesamaan posisi telapak tangan, yaitu semua telapak tangan tengadah atau membalik, maka anak yang akan terlibat dalam dolanan, harus mengulangi hompimpah lagi. Atau jika terjadi kesamaan jumlah, yaitu jumlah telapak tangan yang tengadah sama dengan jumlah telapak tangan yang membalik, maka harus mengulangi hompimpah lagi. Misalnya, yang akan terlibat bermain jumlahnya ada 6 anak. 3 anak posisi telapak tangannya tengadah, 3 anak telapak tangannya membalik, maka disebut sampyuh/bedhu/seri, ada kesamaan jumlah. Sehingga harus mengulangi hompimpah lagi, sampai dijumpai ada perbedaan jumlah.
Cara melakukan pingsut atau swit.
Pingsut atau swit dilakukan 2 anak, untuk menentukan siapa yang menang. Caranya, masing-masing anak menunjukkan pilihan aduan, yang nantinya akan diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah. Pilihan aduan ada 2 (dua) jenis, yaitu,
a.       Dengan istilah kertas, gunting, dan batu. Simbul dari kertas, anak menunjukkan kelima jarinya. Simbul dari gunting, anak menunjukkan 2 jari, (jari telunjuk dan jari tengah). Simbul dari batu, menunjukkan kepalan tangan (tangan mengepal). Keterangan: kertas kalah sama gunting. Gunting kalah sama batu. Batu kalah sama kertas.
b.      Dengan istilah gajah, orang/manusia, dan semut. Simbul dari gajah, anak menunjukkan ibu jari. Simbul dari orang/manusia, menunjukkan jari telunjuk. Dan simbul dari semut, yang ditunjukkan jari kelingking. Keterangan: gajah kalah sama semut. Semut kalah sama orang/manusia. Orang/manusia kalah sama gajah.
Semisal, 2 (dua) anak, Marko dan Marni, melakukan pingsut dengan pilihan aduan yang pertama (a). jika Marko menunjukkan gunting (2 jari/jari telunjuk dan jari tengah), dan Marni menunjukkan batu (tangannya mengepal), maka pingsut dimenangkan oleh Marni. Bila mereka melakukan pingsut menggunakan pilihan aduan yang kedua (b), misalnya Marko menunjukkan semut (jari kelingking), dan Marni menunjukkan gajah (ibu jari), maka pingsut dimenangkan oleh Marko.
Cara melakukan Barisut.
Untk menentukan siapa yang mendapat/kena sangsi elain 2 cara tersebut diatas (hompimpah dan pingsut), ada cara yang lebih singkat dan praktis, yaitu Barisut. Caranya ialah, salah satu anak (Ma’e) mengangkat tangan kanannya keatas (seakan menggapai sesuatu), dengan posisi telapak tangan membalik.  Semua anak yang akan terlibat dolanan, menempelkan ujung jari telunjuknya pada telapak tangan Ma’e. setelah semuanya nempel di telapak tangan Ma’e, bebarengan menyanyikan lagu, “ sut sut barisut, yang tercabut kalah pingsut.” Ketika lagu selesai dinyanyikan, semua anak secepat mungkin, mencabut telunjuknya dari telapak tangan Ma’e. Bagi jari telunjuknya yang tercabut oleh tangan Ma’e, dialah yang mendapat/kena sangsi.
Jika yang tercabut oleh tangan Ma’e, lebih dari 2 anak, maka anak tersebut mengulangi barisut lagi. Namun jika yang tercabut 2 anak, maka dilakukan pingsut. Seandainya terjadi ketika barisut dilakukan, tidak ada satupun telunjuk yang tercabut oleh tangan Ma’e, maka semuanya mengulangi barisut lagi.
Didalam dolanan Jawa, dikenal juga dengan istilah “Pupuk bawang.” Yaitu, anak yang belum cukup umur, namun ada keinginan ikut terlibat dalam dolanan. Anak tersebut mendapat periotas tidak kena sangsi. Baik dalam proses menentukan siapa yang kalah dan yang menang, maupun ketika pelaksanaan dolanan.
Selain hal tersbut, dikenal juga denngan sebutan “Jim.” Didalam dunia olah raga, sebutan ini serupa dengan istilah “team out.” “Jim” dilakukan ketika peserta bermain ada sesuatu hal, sehingga mengucapkan kata tersebut, dengan maksud keluar atau istirahat sesaat dari permainan. Hal tersebut dilakukan supaya peserta bermain bebas sejenak dari aturan bermain.(slamat bermain).

MAU buku GEGURITAN GAUL?

m


berisi tentang TEMBANG DOLAN dan DOLANAN. haraga Rp 25 000,00 (belum ongkos kirim)
hubungi 085842855651

Rabu, 06 Januari 2016

GURIT 55 (seket lima): sing ilang, sing diilangna



Gurit Seket Lima
dening: Widyo Babahe

Gurit Seket Lima
Mligi crita babagan dolanan
Dolanan sing ilang, diilangna
Ngajak bebarengan, mbalekna

Gurit Seket Lima
Gurit pangeling kandha
Marang sapa, mligi dhiri iki
Kang wis lali, kelalen, klendran kabudayan liyan

Gurit Seket Lima
Pangeling yuswa, separo abad luwih lima
Paringana gurit iki ana guna
Piranti sinau putra-wayah, sak wayah-wayah

Pangapurane sing gedhe
Gurit iki adoh saka sempurna
Akeh sing durung kacrita
Mergo nembe eling semene

Ana sing eling, angel ka gurit
Ngerti jeneng lali cara
Mbok menawa liya prekara
Tambah dawa tambah carita

Matur nuwun kabeh, sedaya
Kabudayan Nuswantara tetep Jaya!

Bumi Mardikan, mbuh Kapan!?
KailangNa
dening: Widyo babahe

Jare sapa, dolanan klebu tembange, musna
Jare sapa, dolanan klebu tembange, wis ora ana
Jare sapa, dolanan klebu tembange, muspra
Jare sapa, dolanan klebu tembange, wis ora guna

Musna, ncen digawe mengkana
Ora ana, ncen disingkirna
Muspra, ben ora ana sing nerusna
Ora guna, ben nganggo gaweane negara manca

Iki jaman, ncen digawe ora karuwan
Kareben regejegan, antarane sedulur, sanak lan kadang
Ben ora kober tata lan dandan
Nata nagara, ndandani bangsa
Dikwatirke dadi nagara adikwasa

Nuswantara nyawiji, kala patih Gajah Mada
Disigar-sigar nalika Walanda
Kagendhel Soekarno, taun papat lima
Mardika! Mardika! Mardika!
Dadine gendra

Jare sapa, dolanan klebu tembange, ilang
Kwi sengaja,
kailangna!
Dening pangwasa, sing kwatir...
Nuswantara nyawiji,
Kagendhel,
Mardika!

Bumi karangjati, 8/4-2015

Kailangna (kapisan)
dening: Widyo Babahe

“Kodhok ngorek, kodhok ngorek
  ngorek pinggir kali...
  theot theblung, theot theblung
  theot, theot theblung...”

yen mangsa udan, kodhoke pating ciblung
ing blumbangan utawa gowakan
bugangan utawa lemah ledhokan
ing kalenan, uga sawah garapan

iki kutha Semarang
wis ora usum blumbang, nggo buwang larahan
yen prelu, lemah lowang gawe wangunan
larahan?
Buwang kali,
angger ora konangan
Eee, konangan ra apa,
kan rung ana praturan!

Kodhok ngorek wis arang, keprungu nang Semarang
Bugangan mung aranan
Sawah Besar aran klurahan
Sepira ambane, wis ora ketok pathoke
Ketutup tanduran beton
Nanging dudu nangka wohe

Tembang “kodhok ngorek”
Tetembangan ro dolanan
Wis ora uman panggonan

Bumi Karangjati, 9/4-2015

Kailangna (kapindho)
dening: Widyo Babahe

“Cublak, cublak suweng
  Suwenge ting gelenter
  Mambu ketundhung gudel
  Tak gempo lela-lelo
  Sapa ngguyu ndhelikake
  Sir, sirpong dhele kopong, sir...”

“Sik, sik, mengko dhisik...
  Sapa sing arep ngguyu?
  Aja ngapusi, biasane padha mesam-mesem, sajak geguyu
  Men dikira ndhelikake...”

Dolanan sinambi tetembangan
sing siji njengking, liyane lungguhan ngubengi sing dadi
salah siji tangane, kalumahake, sumeleh gegere
sing dadi, ya sing lagi njengking.
Gacuk arupa krikil utawa watu cilik, kaubengake
laras karo tembange
pungkase tembang, salah siji tangan, kalumahake, sumeleh gegere
kaangkat, driji kekarone tangan kagegem, saliyane driji panuding...

Sapa ngguyu ndhelikake?
Ora! Ora ana sing padha ngguyu
Kabeh padha meneng, ya ora padha mesam-mesem, sajak geguyu
Men dikira ndhelikake...

Ora! Ora mung ndhelikake
Kabeh padha meneng, sengaja ngilangake
Dolanan sinambi tetembangan,
Sing ngraketake, guyub, sesrawungan, kekancan
Tumrap sabarakan, sapantaran

Sengaja, kailangna!

Bumi Karangjati, 9/4-2015

Kailangna (katelu)
dening: Widyo Babahe

“jaranan, jaranan, jarane jaran teji
  Sing nunggang ndara bei
  Sing ngiring para mentri
  Jek-jek nong, jek-jek gung
  Jek, jek, turut-turut
  Gedebug krincing, gedebug krincing
  Prok, prok, gedebug jedher!”

Kuwi jaranan, jaran dolanan
Kuwi jaranan, dudu jaran tenanan
Gedebog gedhang mulabukane
Diiris ora nganti tugel, kareben
Bisa ditekuk-tekuk, direka-daya arupa
Jaran, tanpa sikil uga tangan

Kuwi jaranan,
Kena kagawe saka gedheg kepang
Asring kanggo jejogedan, bala barongan
Kanggone bocah dolanan
Cukup gedebog gedhang kagawene

Siji iki,
pating crongat, ting tlalang
Pinggiran kali uga dalan
gedhang sawohe
Apa maneh gedeboge
Ning yakuwi,
wis ora ana sing nggunakna

Eman, ning ya piye
Dolanane wis kailangna
Sengaja diilangna, ngemu karep sing gedhe
Ngremuk negara,
mecah bangsa,
saka budaya,
tinggalane simbah buyute

jaranan, jaranan, jarane jaran teji
jarene, wis ora ana sing nunggangi
Ndara bei lan para mentri
Luwih seneng ditunggangi

Bumi Karangjati, 9/4-2015

Kailangna (pungkas)
dening: Widyo Babahe

Bocah sapantaran, padha nglumpuk nang plataran
Wengi kuwi, mestine padhang mbulan
Bubar mahriban, mbulane isih ketutupan

Ana sing kelingan
Sing dolanan pesbuk, bebe lan twiteran
Yen kawit surup, mbulane bakal kaling-kalingan

Wengi kuwi, papat April malem lima
Taun masehi, rong ewu limalas
Wengi kuwi, ngepasi tanggal limalas
Jumadilakir wulan jawane

Mbah buyut ngendika, mbulane dipangan buta
Kuwi kang karanan grahana

Ing alaming mayapadha
Grahanane ora sabaene
Abang mbranang wujude

Mbah buyut ngendika, butane lagi nesu
Kuwi kang karanan grahana mbulan nepsu

Ing plataran, peteng dhedhet ra karuwan
Bocah sapantaran, nyenyawang ndhuwur wetan
Mbulane isih kaling-kalingan
Bocah sapantaran, wis padha angot-angotan
Siji mbaka siji padha bali
Wengi kuwi, ora sida dolanan
Wengi kuwi, bocah sapantaran kelangan

Bumi Karangjati, 10/4-2015